Harta Tersembunyi Dusun Jedung
Jedung merupakan dusun RW 3 bagian dari Kelurahan Nongkosawit. Sejarah asal muasal dusun Jedung yang diyakini warga adalah berasal dari wanita tua yang akan nginang tetapi inangnya jatuh ke dalam kedung, sehingga dinamakan Kedung atau Jedung. Tetapi menurut cerita sejarahnya terdapat tokoh yang melakukan bukak yoso (membuka kampung) yang bernama Aryo Wulung. Aryo Wulung diyakini merupakan seorang anak raja yang berasal dari Kerajaan Majapahit atau Singosari. Masyarakat Jedung sendiri belum dapat memastikan secara pasti beliau berasal dari Kerajaan Majapahit atau Singosari, tetapi bedasarkan namanya “Aryo” berasal dari Kerajaan di Jawa Timur. Awal mula diketahuinya Aryo Wulung adalah ketika ditemukanya makam menyendiri di seberang makam umum dusun Jedung. Lalu mulai berdatangan orang-orang dari Jawa Timur yang menanyakan tentang keberadaan Aryo Wulung dan benar saja makam menyendiri tersebut merupakan makam Aryo Wulung setelah dilakukannya riyadhloh (meminta petunjuk dari Tuhan). Sampai saat ini tidak semua warga masyarakat mengetahui letak persis makam Aryo Wulung, hanya masyarakat tertentu saja yang mengetahuinya. Dalam kiprahnya Jedung memang cenderung dusun yang kurang aktif dalam kegiatan kelurahan. Di kampung ini terdapat Tuk Badek atau Sendang Deres adalah suatu sumber air yang aliranya tidak deras. Sehingga masyarakat menyebutnya dengan Badek atau Deres yang berarti air tetesan nira. Letak Tuk sendiri hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari gapura Dusun Jedung, untuk ke sana dapat ditempuh menggunakan motor dan kemudian hanya perlu jalan turun menuju tuk. Saat musim kemarau maupun musim penghujan air yang mengalir dari tuk tetap sama debit airnya, tuk tidak akan kering saat kemarau dan tidak akan mengalir deras saat musim penghujan. Air dari tuk sendiri dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu. Beberapa waktu lalu Dr Heri Prasetyo dari Semarang melakukan uji lab air dari tuk dan hasilnya air tersebut mengandung banyak mineral dan steril sehingga aman diminum. Selain itu air dari tuk dipercaya dapat dijadikan media pengobatan dan juga digunakan untuk tradisi tingkeban (upacara keselamatan janin berusiatujuh bulanan).
Berbeda dengan sendang atau sumber air di daerah lain di kelurahan Nongkosawit yang kebanyakan sudah kering. Masyarakat Jedung hanya memiliki satu Tuk atau Sendang maka dari itu mereka masih menjaga ekosistem air di dalamnya. Selain itu masyarakat Jedung juga masih banyak yang mengkonsumsi air dari tuk. Dalam usaha untuk melestarikan ekosistem air di Tuk Badek, setiap satu tahun sekali tepatnya bulan Jumadil Akhir hari Kamis Wage masyarakat Jedung menggelar Nyadran Kali. Nyadran tersebut dilakukan di sekitar Tuk Badek dan kali atau sungai yang berada di sekitarnya. Masyarakat berkumpul di sekitar tuk, kemudian melakukan prosesi doa bersama sebagai wujud syukur mereka dan kemudian makan-makan bersama lalu melakukan gotong royong membersihkan sedimentasi yang ada di tuk dan sungai.
Selain Nyadran Kali, masyarakat Jedung juga memperingati Nyadran Kubur setiap bulan Rajab hari Kamis Wage. Nyadran tersebut dilakukan di makam umum Dusun Jedung. Sebelum melakukan ziarah kubur, warga masyarakat terlebih dahulu menggelar Akhirus Sanah (Dilakukan oleh anak-anak TK), Khatamil Al-Qur’an yang dilakukan di Masjid baru, kemudian masyarakat berangkat ke makam untuk doa bersama di makam sanak keluarga mereka. Setelah usai berdoa bersama, masyarakat menggelar makan bersama yang berisi tumpengan, Buah-buahan dan Jajanan Pasar. Lalu pada malam harinya mereka menggelar pengajian akbar dengan mendatangkan mubaligh dari luar kota. Dari prosesi nyadran tersebut bagi masyarakat yang sudah sering berkunjung ke makam Aryo Wulung, mereka juga mengunjungi makam tersebut untuk mendoakan beliau.
Selain Tuk Badek, salah satu penduduk Jedung merupakan orang pertama kali yang melakukan budidaya merica di Kecamatan Gunungpati yakni Pak Mukandi. Bibit merica yang ia tanam berasal dari Kalimantan yang satu bibit pohonya berharga Rp. 2.000 rupiah. Kemudian seiring berjalanya waktu usaha tersebut semakin berkembang. Sehingga warga masyarakat sekitar juga ingin melakukan budidaya penanaman pohon merica. Hingga saat ini sudah ada kurang lebih 7 warga Jedung yang menanam merica. Merica sendiri di pilih Pak Mukandi karena di daerah Gunungpati tidak ada petani merica, sehingga harga
Tinggalkan Balasan