Menghidup (hidup) kan Susuk Wangan
Embung Kripik merupakan cekungan besar penampung air atau mengatur penyuplaian air yang berada di Kelurahan Nongkosawit, Gunung Pati, Semarang. Untuk sampai pada lokasi ini hanya dibutuhkan waktu sekitar 4 menit dari Kelurahan Nongkosawit menggunakan sepeda motor. Embung berada di tengah-tengah areal persawahan yang sebelah kirinya terdapat Sungai Gribik dan di sebelah kananya terdapat wangan (saluran irigasi). Air yang mengalir dalam wangan akan mengairi tiga dusun di Nongkosawit, tiga dusun tersebut ialah : Dusun Randusari, Dusun Pongangan dan Dusun Jedung. Sedangkan kegunaan air di Embung Kripik sendiri untuk mengairi areal persawahan dan perkebunan warga.
Menurut Mbah Jan seorang sesepuh di Randusari wangan yang berada di Kelurahan Nongkosawit tersebut dibuat oleh seorang wali yang dibantu oleh para pengikutnya. Dahulu setiap satu tahun sekali warga yang tergabung dalam tiga dusun memiliki tradisi Susuk Wangan. Susuk Wangan sendiri sebenarnya berguna sebagai tradisi membersihkan sedimentasi yang ada di sungai secara bersama sama dan merupakan syukuran atas nikmat air yang diberikan oleh Tuhan. Dalam tradisinya warga berbondong-bondong pergi ke wangan dengan memberikan persembahan kambing sebagai wujud syukur mereka. Setiap dusun memberikan satu kambing terbesar yang mereka miliki. Sebelumnya warga terlebih dahulu membersihkan sedimentasi di wangan. Setelah itu kambing terkumpul dapat disembelih warga dengan terlebih dahulu berdoa bersama-sama dengan iringan tahlil sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Lalu setelah doa bersama selesai bagian tubuh kambing dapat dimasak bersama-sama tetapi bagian kepalanya dikumpulkan lalu di bungkus gemblong (ketan) dan kemudian dilarung dalam aliran air wangan. Dari sumber lain bukan kambing yang dikorbankan tetapi kerbau.
Sudah berpuluh-puluh tahun tradisi tersebut berhenti dan tidak diperingati lagi oleh warga yang tergabung dalam tiga dusun tersebut. Pada 2016 lalu sebagian warga menginisiasi lagi Susuk Wangan tersebut. Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu, korban kambing diganti dengan seekor ayam. Tradisi Susuk Wangan juga tidak digelar di Embung Kripik melainkan di saluran irigasi yang berada di Dusun Randusari. Warga Randusari menyiapkan seekor ayam, gunungan buah-buahan, gunungan tanah, gunungan sampah,dll. Seekor ayam dan gunungan buah-buahan merupakan wujud syukur mereka kepada Tuhan dan gunungan tanah serta gunungan sampah merupakan simbolisasi agar warga tetap mencintai lingkungan dan menjaga air yang mengalir dari wangan. Meskipun berbeda persembahan dengan Susuk Wangan dahulu dan Susuk Wangan pada tahun 2016, tetapi maksud mereka sama yakni sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan membersihkan sedimentasi yang ada di wangan. Sayangnya susuk wangan tidak dilanjutkan di tahun-tahun berikutnya hingga Mei 2019 terbersit untuk mengaktivasinya lagi.
Saat ini air yang ada di Embung Kripik tidak mampu mengalir sampai ke bawah (pemukiman penduduk), hal itu selain karena musim kemarau yang lebih panjang masanya juga dipengaruhi dari pembagian saluran irigasi ke areal persawahan yang tidak merata. Diduga warga yang memiliki sawah di sekitar embung secara ilegal melebarkan saluran air ke sawah mereka dan tentunya itu mempengaruhi debit air yang seharusnya mengalir turun ke pemukiman. Keadaan diperparah dengan kurangnya tanaman besar yang berguna untuk resapan air. Fenomena ini direspons pemerintah dengan memberikan bantuan berupa 223 tanaman pokok. Tanaman yang dimaksudkan adalah tanaman besar yang dapat dijadikan resapan air. Tetapi pada praktiknya uang yang sedianya digunakan untuk membeli bibit tanaman resapan malah dipakai untuk membeli tumbuhan pendek guna perkebunan seperti kacang panjang, dll.
Tinggalkan Balasan