Kandang Gunung, Cikal Bakal Pokdarwis  

bombom Narasi Maret 3, 2020

Kandang Gunung, Cikal Bakal Pokdarwis

 

Kelurahan  Nongkosawit merupakan salah satu dari 16 desa di wilayah Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Kelurahan Nongkosawit memiliki luas wilayah 240.756 Ha. Terbagi atas 5 RW dan 21 RT. Jumlah penduduk per januari 2018 adalah 5102 jiwa, terdiri dari 2573 laki-laki dan 2.579 perempuan. Jumlah penduduk di atas terhimpun dalam 1.025 kk.

Kelurahan Nongkosawit merupakan salah satu desa wisata yang ada di Kota Semarang dalam program ‘Ayo wisata ke Kota Semarang’. Program ini merupakan program pemerintah yang mengandalkan potensi wisata Kota Semarang yaitu wisata religi, wisata budaya, wisata alam dan wisata kuliner.

Capaian kelurahan Nongkosawit menjadi desa wisata tidak terlepas dari peran Kelompok Sadar Wisata  (Pokdarwis) Kelurahan Nongkosawit. Pokdarwis merupakan Kelompok-kelompok yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat dalam memelihara, menjaga dan melestarikan kekayaan alam dan budaya. Berdasarkan penuturan Pak Warsono selaku ketua dan pendiri Pokdarwis Kelurahan Nongkosawit. Adanya pokdarwis merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar wilayah terkait menjadi salah satu desa wisata di kota semarang.

Pokdarwis Nongkosawit memiliki sejarah. Awalnya dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kandang Gunung di bawah naungan Dinas Pendidikan. Filosofinya Kandang yang berarti ‘Wadah’ atau tempat yang dapat mewadahi ide dan gagasan anggotanya dan menampung berbagai macam karakter dan pekerjaan para anggotanya

 

Terbentuknya PKBM berawal dari keprihatinan warga terhadap kondisi pendidikan masyarakat. Dalam proses berjalannya, PKBM menyediakan paket B dan C untuk masyarakat Desa Nongkosawit yang belum berpendidikan jentang SMP dan SMA/SMU. Gedung yang digunakan PKMB terletak di Randsusai yakni Gedung MI untuk program paket B dan Gedung SD Impres untuk paket C. Agar tidak mengganggu proses belajar mengajar siswa MI dan SD, PKMB selalu melaksanakan programnya pada malam hari. Segala hal dalam proses pelaksanaan PKBM merupakan swadaya dari masyarakat Kelurahan Nongkosawit termasuk tenaga pengajar yang tinggal di desa tersebut. Pengakuan Suyono yang merupakan salah satu inisiator berdirinya PKMB, beberapa lulusan PKMB ada yang enjadi tantara dan polisi. Para peserta didik paket B dan C PKMB tidak dipungut biaya. Elemen pembiayaan diambil dari swadaya masyarakat, dan bantuan dari Dinas Pendidikan Kota Semarang.

Setelah berjalannya PKMB Warsono dan warga berpikir untuk memperluas kepeduliannya terhadap kondisi masyarakat. Diawali dengan mengubah  nama PKMB menjadi Komunitas Kandang Gunung. Ini dilakukan agar kelompok ini memiliki cakupan yang luas, bukan hanya peduli terhadap pendidikan semata tetapi juga peduli kepada lingkungan.

Kegiatan awalnya ini adalah melakukan pencarian dan pendataan pohon-pohon besar yang berada di Gunungpati mengingat banyaknya pohon yang sudah ditebang sehingga wilayah ini makin panas. Saat itu diperoleh data ± 80-an pohon besar yang masih tersisa di Gunungpati yang perlu dilestarikan.

Cara yang dilakukan kandang gunung untuk melestarikan pohon tersebut adalah pertama, jika pohon tersebut masih masuk dalam Kawasan milik pemerintah atau komunal, maka kendang gunung akan mengajukan agar pohon tersebut dijaga dan dilestarikan. Sedangkan ketika pohon tersebut milik warga atau perseorangan, maka kendang gunung akan memberikan uang sebesar Rp. 25.000 per tahun untuk pemilik tersebut. Tujuannya agar pemilik tersebut menjaga dan tidak menebang pohon tersebut. Dana yang diperoleh untuk biaya pelestarian tersebut didapat Kandang Gunung melalui patungan (iuran) swadaya masyarakat sekitar.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.