Parmin Gugur di Kampung
Mbah Jan adalah sosok sesepuh yang saat ini usianya sudah lebih dari 80 tahun. Ia saksi hidup di masa kolonial hingga penjajahan Jepang. Berdasar tuturan Mbah Jan, Nongkosawit di era kolonial berupa hutan belantara dengan rumah warga berupa gubug-gubug kecil. Itu pun masih jarang penduduk. Saat itu Mbah Jan kecil sudah bekerja menjadi penggembala kerbau milik orang lain.
Dia mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang tentara Indonesia zaman kolonial bernama Parmin. Pada saat itu Nongkosawit digunakan untuk camp persembunyian tentara Indonesia. Letak geografis yang berupa hutan belantara dan jauh dari pusat pemerintahan tentu menjadi pertimbangan strategis. Tentara Indonesia menjadikan Nongkosawit sebagai tempat persembunyian saja, bukan tempat untuk menyerang penjajah. Karena tentara yang berada di sana berpikir jika ada perang di Nongkosawit maka akan membahayakan keberadaan warga yang tinggal di sekitar persembunyian mereka.
Suatu hari Parmin beserta pasukanya sedang berada di Semarang bawah dan berniat akan kembali lagi ke atas (ke Nongkosawit). Dalam perjalananya Parmin diberi tahu oleh penggembala di hutan agar tidak kembali naik terlebih dahulu karena ada telik sandi yang menyusup. Tetapi Parmin dan beberapa pasukannya tetap melanjutkan perjalananya tanpa mengindahkan peringatan penggembala.
Benar saja saat sampai di Nongkosawit, tentara Belanda sebanyak dua kompi datang menyerbu camp persembunyian mereka. Tentara Belanda tentu saja membombardir tentara Indonesia yang sudah tiba di camp. Parmin gugur dalam peristiwa tersebut, karena tentara Indonesia yang berada di camp persembunyian memiliki pasukan yang lebih sedikit dari pada tentara Belanda. Lalu jenazah Parmin dikebumikan di Desa Nongkosawit, tetapi tak berapa lama keluarga Parmin datang mencari keberadaan Parmin. Di saat keluarga mengetahui jika Parmin sudah gugur dan dikebumikan di Nongkosawit, pihak keluarga berniat untuk mengambil kembali jasad Parmin di dalam tanah dan dikebumikan di dekat mereka. Jasad Parmin diambil oleh keluarganya, lalu dimakamkan kembali dengan gelar pahlawan di Makam Taman Pahlawan Semarang.
Tinggalkan Balasan