Pohon Jenitri Kebanggaan Warga

bombom Narasi Maret 3, 2020

Pohon Jenitri Kebanggaan Warga

 

Jenitri adalah pohon yang termasuk Suku Elaeocarpaceae yang merupakan tumbuhan berbuanga. Pohon ini berasal dari India, di sana dikenal sebagai Rudraksa yang berarti air mata dewa Siwa yang turun ke bumi. Aneka kandungan yang ada pada jenitri antara lain: hydrogen sebesar 17,798%, karbon 50,024%, nitrogen 0,9461%, dan terakhir adalah oksigen 30,4531%. Selain itu, jenitri  juga kaya akan beberapa mineral, seperti kalsium, alumunium, tembaga, klorin, nikerl, colbat, magnesium, besi, fosfor, mangan, steroid, glikosida, flavonoid, alkaloid, dan beberapa bahan lainnya. Manfaat dari jenitri bagi kesehatan ialah mencegah penyakit psikis, mencegah hipertensi, menyehatkan otak, mengatasi penyakit jantung, mencegah radang, mengatasi lemak dalam tubuh, anti bakteri alami, dan masih banyak manfaat lainya.

Asal mula jenitri dapat tumbuh di Indonesia karena dibawa oleh pedagang India selama melakukan pelayaran perdagangan ke Indonesia dan ditanam di daerah Kauman,Kebumen, Jawa Tengah. Menurut penuturan Pak Rohmad pengolah jenitri dari dusun Randusari, Nongkosawit awal mula pembudidayaan jenitri di Nongkosawit di mulai pada tahun 2010 saat eks- walikota Semarang Soemarmo Hadi Saputro melakukan kampanye di kecamatan Gunungpati, Pak Soemarmo memberikan bibit jenitri untuk seluruh kelurahan di Gunungpati agar ditanam di sekitar kelurahan. Dari 16 kelurahan yang ada di kecamatan Gunungpati yang masih lestari dan tumbuh subur hanya jenitri yang ada di kelurahan Nongkosawit saja. Kenyataan itu dikarenakan di kelurahan lain pohon jenitri selalu di pangkas jika akan tumbuh tinggi. Sedangkan di kelurahan Nongkosawit jumlah pohon jenitri berjumlah puluhan.

 

Selama mengolah jenitri Pak Rohmad tidak sendirian melakukannya, beliau ditemani oleh Pak Wanto yang juga merupakan warga Randusari. Bagian buah jenitri yang akan diolah adalah bagian bijinya, untuk mendapatkan bijinya tidak perlu memanjat pohon jenitri. Cukup hanya menunggu di bawah pohon maka biji akan terjatuh dengan sendirinya dan tinggal diambil buahnya. Jenitri yang sudah terjatuh tak lantas dapat diolah begitu saja, jenitri harus melewati selangkah demi selangkah pengolahan. Langkah pertama setelah mengumpulkan buah jenitri yang sudah terjatuh Pak Rohmad dan Pak Wanto harus terlebih dahulu merendam jenitri selama tiga hari di dalam ember yang berisi air kemudian ditumbuk dan dibilas sebanyak dua kali baru setelah itu ditumbuk menggunakan lidi supaya lebih bersih. Langkah tersebut bertujuan agar daging buah yang menempel di biji jenitri bisa terkelupas dengan mudah.

 

Setelah terkelupas dari daging buahnya, jenitri lantas harus di jemur dibawah terik matahari langsung selama kurang lebih tiga hari. Ketika kering sempurna buah harus disortir terlebih dahulu disesuaikan besar kecilnya biji jenitri, pola garis yang ada di biji jenitiri, dll. Baru setelah itu dapat dibor atau dilubangi tengahnya, dan kemudian dapat disusun menjadi gelang, kalung, sendal kesehatan, mahkota, dll.

Dalam proses penjualannya saat ini Pak Rohmad dan Pak Wanto hanya membuat kerajinan dari biji jenitri sesuai pesanan pelanggan. Selain itu kerjinan jenitri juga pernah dipamerkan dan diperjualbelikan saat acara LPMK (Lembaga Permberdayaan Masyarakat Kelurahan) Kota Semarang yang digelar di Kelurahan Nongkosawit. Mereka menjual satu kalung biji jenitri seharga Rp. 25.000 jauh sekali dari harga perkiraan masyarakat luas tentang harga jenitri yang fantastis atau mahal. Fenomena tersebut dilatarbelakangi dengan Pak Rohmad dan Pak Wanto tidak sempat menyortirnya sehingga jenitri yang akan disusun menjadi gelang atau kalung akan nampak biasa saja karena belum disortir. Sedangkan jenitri yang terkumpul sudah berkarung-karung, tetapi tetap saja tidak ada tenaga yang membantu. Selain permasalahan persortiran, Pak Rohmad dan Pak Wanto mengeluhkan tentang alat bor. Karena biji jenitri cenderung keras, bahkan saat dilindas mobil saja biji jenitri tidak akan pecah.

Terlepas dari permasalahan persortiran dan mesin bur, Pak Rohmad dan Pak Wanto berpikiran jika alangkah baiknya daging buah jenitri juga ikut dimanfaatkan yaitu dengan diolahnya daging buah jenitri menjadi kopi atau teh. Kemungkinan itu sekarang sedang diteliti mahasiswa di Semarang. Pak Rohmad juga berkeinginan untuk menanam jenitri di daerah resapan air seperti sendang, bantaran sdan di hutan.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.